Salah satu hal yang memotivasi saya untuk memilih pekerjaan menjadi dosen adalah dapat terus sekolah. Bagi saya, melanjutkan sekolah ke tingkat S2 dan S3 dengan biaya sendiri merupakan suatu hal yang sulit untuk dilakukan. Melalui BPPS Dikti, pada tahun 2009 – 2011 saya melanjutkan studi S2 di Fakultas Farmasi UGM Yogyakarta, alhamdulillah pada sekitar bulan Oktober tahun 2011 sudah dinyatakan sah menyandang gelar M.Sc.
Sebenarnya sebelum memutuskan meneruskan studi S2 di UGM, terlintas pikiran ingin studi S2 di luar negeri. Dengan berbagai pertimbangan waktu itu, saya memutuskan melanjutkan studi S2 di UGM. Namun demikian, keinginan untuk belajar ilmu farmasi di negeri orang masih ada dan terus menyala. Dengan belajar ilmu farmasi di luar negeri, saya berharap dapat memperoleh ilmu yang baru, suasana akademik yang berbeda, mitra yang baru, mendapatkan pengalaman internasional, dan lain-lain.
Keinginan tersebut saya biarkan terus menyala di dalam diri saya, sehingga di sela-sela kesibukan saya beraktivitas sebagai dosen di Jurusan Farmasi Unsoed (Universitas Jenderal Soedirman) Purwokerto saya harus menyempatkan belajar bahasa Inggris supaya dapat mencapai skor TOEFL yang menjadi persyaratan utama para pemberi dana beasiswa studi ke luar negeri. Ditambah lagi, sejak Oktober 2013 saya dipercaya menjadi Ketua Jurusan Farmasi Unsoed, menjadikan belajar bahasa Inggris jika tidak disempatkan akan terlantar.
Memasuki Januari 2015, bersama beberapa teman yang berencana akan meneruskan studi S3, saya ikut kursus persiapan tes TOEFL di salah satu lembaga kursus bahasa Inggris di Purwokerto. Pada akhir Maret 2015 saya mengikuti tes TOEFL ITP yang diselenggarakan di lembaga kursus bahasa Inggris tersebut. Alhamdulillah dari tes tersebut menghasilkan skor TOEFL ITP saya masuk rentang persyaratan kebanyakan para pemberi dana beasiswa studi ke luar negeri, meskipun pada batas bawah.
Setelah mempunyai sertifikat TOEFL ITP, perjuangan berikutnya adalah mencari calon profesor yang sesuai dengan bidang yang saya kaji di Farmasi Unsoed. Bidang kajian saya di Farmasi Unsoed adalah teknologi farmasi, yang merupakan bagian dari farmasetika yang arahnya adalah hilirisasi produk farmasi. Teknologi farmasi tidak terpisahkan dengan kajian sistem penghantaran obat, oleh karena itu, dalam mencari calon profesor saya mencari dalam bidang teknologi farmasi dan/atau sistem penghantaran obat.
Saya menelisik satu per satu profesor dari kampus-kampus yang terdatabase di buku panduan BPPLN Dikti dan buku panduan LPDP, dengan prioritas yang berasal dari negara-negara di kawasan Eropa terlebih dahulu. Negara-negara di kawasan Eropa hampir semuanya sudah cukup maju pendidikan dan penelitiannya di bidang farmasi. Publikasi dan karya mereka berkompetisi dengan Amerika Serikat. Selain itu, dengan berlakunya Uni Eropa, saya berharap dapat mengunjungi negara-negara di kawasan tersebut tanpa repot mengurus visa sehingga saya dapat belajar sedikit tentang budaya dan kultur negara-negara yang saya kunjungi tersebut.
Proses korespondensi dengan calon profesor tidaklah sesederhana yang kita bayangkan, meski saat ini hal tersebut dipermudah dengan fasilitas email. Ada yang merespon dan ada yang tidak merespon sama sekali. Korespondensi dengan calon profesor relatif akan lebih ditanggapi oleh calon profesor yang kita kontak, jika kita mengenal seseorang yang kenal dengan calon profesor tersebut.
Waktu terus berjalan, batas akhir pendaftaran beasiswa S3 ke luar negeri pun semakin mendekat, baik itu melalui BPPLN Dikti maupun LPDP. Saya memang memprioritaskan menggunakan dua sumber pemberi dana beasiswa tersebut, mengingat usia yang tidak lagi tergolong muda. Setelah melakukan korespondensi dengan salah satu universitas di Belanda, saya pun segera mendaftarkan diri secara online sebagai calon penerima beasiswa program doktoral luar negeri melalui Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI) LPDP.
Setelah seluruh persyaratan administrasi untuk pendaftaran online sudah siap, termasuk dua esai tentang “Kontribusiku buat Indonesia” dan “Apa yang sudah, sedang, dan akan saya lakukan”, saya pun memfinalisasi pendaftaran secara online BPI LPDP tersebut. Seingat saya, tanggal 26 April 2015, proses finalisasi tersebut saya lakukan, satu hari sebelum batas akhir yang ditetapkan oleh LPDP.
Tanggal 10 Mei 2015, pengumuman dari LPDP menyatakan bahwa saya lulus seleksi administrasi dan harus segera mempersiapkan diri untuk pelaksanaan seleksi wawancara dan LGD (Leaderless Group Discussion) di Yogyakarta, sesuai kota yang saya pilih dalam form pendaftaran online. Saya pun mencari-cari info dan membaca diskusi-diskusi tentang seleksi wawancara dan LGD melalui diskusi-diskusi yang ada di internet.
Saya mempersiapkan diri semaksimal mungkin menghadapi seleksi wawancara dan LGD. Datang lebih awal dan menggunakan pakaian yang membuat saya cukup percaya diri. Ketika tiba di lokasi seleksi, bertemu dan diskusi dengan beberapa kenalan yang juga menjadi peserta seleksi, lumayan sebagai kawan bicara menunggu jadwal wawancara dan LGD. Saya mendapat jadwal seleksi wawancara dan LGD dalam waktu satu hari sekaligus sehingga malam itu juga saya langsung pulang ke Purwokerto. Menjelang LGD, dikumpulkanlah kami bersepuluh sebelum masuk ruang, sembilan orang di luar saya langsung mendaulat saya sebagai tetua di kelompok tersebut, karena memang terlihat paling senior. Saya pun bilang ke sembilan teman-teman saya itu, bahwa saya akan berusaha memainkan peran maksimal dalam pelaksanaan LGD tentunya saya harus dapat membawa forum diskusi supaya tidak ada yang terlalu dominan dan tidak ada yang terlalu inferior.
Tanggal 10 Juni 2015 merupakan waktu yang ditetapkan oleh LPDP untuk mengumumkan hasil seleksi wawancara dan LGD. Saya tunggu sampai siang, pengumuman itu belum ada juga. Sekitar jam 15.00 WIB ketika saya selesai menguji skripsi salah satu mahasiswi Kedokteran Gigi Unsoed, salah satu asisten Prof. Dr. Bambang Sunendar dari Teknik Fisika ITB (salah satu pembimbing mahasiswi yang saya uji skripsinya) menghampiri saya dan mengucapkan selamat bahwa saya dinyatakan lulus seleksi wawancara dan LGD, sambil menunjukkan file pdf pengumuman tersebut dari smartphone-nya. Alhamdulillah, saya sangat bersyukur kepada Allah, karena saya yakin semuanya atas kehendak dan skenario Allah. Di dalam hati kecil saya pun bergumam, alhamdulillah insyaa Allah jadi juga nih kuliah S3 di luar negeri.
Perjuangan belum berhenti di pengumuman LPDP, saya harus segera mendapatkan LoA unconditional sebagai persyaratan cairnya beasiswa tersebut. Saya pun segera mengkonfirmasi dan memastikan calon profesor yang bersedia menerima saya sebagai mahasiswa S3-nya tanpa syarat. Sekitar bulan Juni 2015, Prof. Dr. Gert Storm (salah satu profesor di bidang sistem penghantaran obat dari Belanda) datang ke Indonesia. Prof. Gert Storm memiliki dua home base universitas di Belanda, yaitu di University of Utrecht dan University of Twente. Saya memberanikan diri menemui beliau di Fakultas Farmasi Universitas Pancasila (UP) Jakarta. Di sana saya berdiskusi berdua dengan beliau tentang rencana studi S3 saya. Waktu itu beliau mengatakan mempunyai formasi mahasiswa Ph.D di University of Twente, saya bilang tidak ada masalah bagi saya. Alhamdulillah beliau merespon cukup baik dan meminta segera menindaklanjuti pembicaraan di kampus UP tersebut melalui email.
Dua pekan setelah ketemu di UP, saya mengirim email ke Prof. Gert Storm, langsung diteruskan ke calon ko-supervisor saya. Berlanjutlah diskusi via email dan skype dengan pihak University of Twente. Diskusi ini diresmikan dengan diterbitkannya LoA unconditional dari University of Twente dan LoA dari Prof. Gert Storm yang menyatakan saya diterima sebagai mahasiswa Ph.D di laboratorium yang beliau pimpin. Saya diharapkan mulai beraktivitas sebagai mahasiswa Ph.D di bidang Targeted Therapeutics di University of Twente Belanda pada tanggal 1 Februari 2016.
Alhamdulillah, insyaa Allah tanggal 24 Januari 2016 saya bersama beberapa teman yang juga akan studi lanjut (S2 dan S3) di Belanda akan terbang ke Belanda untuk memulai perjuangan menimba ilmu di negeri kincir angin tersebut.
52.217393
6.889639